Di tengah sorotan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa klaim keberhasilan pemerintah dalam sektor ekonomi. Hal itu disampaikannya dalam pidato kenegaraan di gedung MPR/DPR. Nilai tukar rupiah sendiri saat ini menyentuh titik terendah sejak Oktober 2015. Pada perdagangan selasa 14 Agustus 2018 lalu misalnya, rupiah sempat melemah di angka Rp 14.584 per dolar Amerika Serikat.
Menanggapi pidato tersebut, Chairman CISFED, Farouk Abdullah Alwyni, mengajak untuk melihat ke hal yang lebih substantif. Terkait pertumbuhan ekonomi, sebaiknya dilihat masalah kualitas pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pertumbuhan ekonomi terdapat beberapa kategori, misalnya pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan lapangan pekerjaan atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dirasakan oleh mayoritas rakyat. Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi yang dicapai hanya dinikmati oleh 20% penduduk, jadi 80% penduduk tertinggal atau tidak menikmati pertumbuhan ekonomi.
Juga terdapat kenyataan bahwa 1% masyarakat menguasai 50% perekonomian. Itu adalah isu-isu fundamental yang harus didekati, lebih dari sekedar catatan tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi, lebih terkait isu pembangunan yang harus menjadi agenda utama.
Belum lagi masalah rupiah, kalau kita lihat selama 10 tahun terakhir, dulu pernah mencapai sekitar Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat, sekarang sekitar Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat. Bahkan, jangankan lawan Dolar Amerika Serikat, lawan mata uang regional pun seperti Ringgit Malaysia, Bath Thailand ataupun Peso Filipina kita masih lebih lemah. Persoalan rupiah, sebenarnya ini merupakan gejala terkait lemahnya struktur perekonomian Indonesia, sehingga mudah terpengaruh oleh dampak dari luar.
Untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia, kedepan investasi yang harus dioptimalkan bukan sekedar portofolio investasi di pasar modal, tetapi juga investasi langsung (direct investment) bagi pengembangan sektor manufaktur Indonesia. Untuk direct investment ini juga akan terkait langsung pada birokrasi dan penegakan hukum.
Di samping itu, di pasar modal juga perlu di tingkatkan porsi investasi investor domestik, agar volatilitas pasar kita tidak terlalu tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan investor domestik adalah dengan meningkatkan jumlah kelas menengah.
Peningkatan kelas menengah secara signifikan hanya bisa dilakukan dengan menciptakan iklim bisnis yang begitu menarik, yang bisa mendorong investasi, lokal maupun asing. Hal ini akan meningkatkan lapangan pekerjaan, yang tentunya juga akan meningkatkan daya beli, saat pendapatan sudah melebihi konsumsi, rakyat juga akan mulai berpikir untuk investasi. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan investasi dari kelas menengah di Indonesia.
Liputan ini telah tayang di MNC News pada tanggal 16 Agustus 2018 dan selengkapnya dapat dilihat di sini: