Niat baik saja tidak cukup. Perlu adanya kebijakan yang efektif untuk mendukung pengembangan keuangan syariah Indonesia.
Pengamat ekonomi syariah Farouk Alwyni mengatakan sejauh ini sudah ada dua inisiatif yang dilakukan pemerintah untuk mendorong perkembangan keuangan syariah. Pertama, dimasukkannya upaya deregulasi sektor perbankan syariah di dalam Paket Kebijakan Ekonomi V. Kedua, inisiatif untuk membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah yang akan dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Hal ini menunjukkan paling tidak ada kemauan untuk membesarkan keuangan syariah. Tetapi, di sini niat baik saja tidak cukup, perlu ada kebijakan yang efektif agar tepat sasaran,” cetus Farouk dalam surat elektroniknya kepada MySharing, pekan lalu.
Farouk memaparkan jika belajar dari Malaysia, paling tidak ada dua hal yang sejauh ini belum dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pertama, memberikan insentif pajak untuk sektor keuangan syariah. Kedua, terkait kebijakan mengarahkan lembaga pemerintah maupun BUMN-BUMN untuk menempatkan dananya di industri keuangan syariah.
Di samping itu, lanjutnya, hal-hal grey area terkait keuangan syariah juga perlu dihilangkan. “Misalnya isu SPV dalam proses mengeluarkan sukuk korporasi, juga isu terkait double taxation untuk jenis-jenis keuangan syariah yang bersifat jual beli lainnya seperti Istishna, Ijarah, dan Salam. Yang sudah ‘clear’ terkait tidak adanya ‘double taxation’ baru untuk model pembiayaan jual beli Murabahah,” tukas Farouk.
Sebelumnya, Farouk mengatakan lembaga keuangan syariah Indonesia belum memiliki kapasitas memadai untuk pembiayaan korporasi besar. Industri keuangan syariah pun perlu memperhatikan kemampuan kapasitasnya di bidang project finance, trade finance, international remmitance, dan treasury agar dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Sumber :
http://keuangansyariah.mysharing.co/pengembangan-keuangan-syariah-perlu-kebijakan-efektif/