+6221–3503142 secretariat@cisfed.org

Berikut adalah  berbagai liputan media online atas pernyataan pers Ketua Dewan Pembina CISFED terkait pengelolaan investasi Dana Haji Indonesia. Isi selengkapnya dari pernyataan pers tersebut terlampir di bawah. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

https://www.merdeka.com/peristiwa/mencontoh-malaysia-memaksimalkan-pengelolaan-investasi-untuk-dana-haji.html

http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/dN6gLoqb-pengelolaan-investasi-untuk-dana-haji

http://syariah.bisnis.com/read/20170825/86/684172/pengelola-dana-haji-dituntut-terapkan-standar-korporasi

http://megapolitan.antaranews.com/berita/31973/cisfed–pengelolaan-dana-haji-harus-berikan-manfaat-optimal

http://rimanews.com/opinion/business/read/20170826/327166/Sukses-besar-Malaysia-kelola-dana-haji-ratusan-triliun/

http://economy.okezone.com/read/2017/08/27/320/1763931/pengelolaan-investasi-dana-haji-indonesia-bisa-contoh-malaysia

 

PRESS RELEASE

Jakarta, 25 Agustus 2017 

Pengelolaan Investasi untuk Dana Haji

 

Undang Undang No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji mengamanatkan dana haji dikelola secara korporasi dan profesional agar memberikan manfaat yang besar bagi penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas, rasionalitas dan efisiensi dalam penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), dan kemaslahatan umat Islam.

Ke depan, pengembangan investasi dari dana haji akan menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan manfaat secara optimal. Apalagi bila menilik audit BPK pada 2015, pengelolaan dana haji defisit Rp 414 miliar padahal tahun sebelumnya bisa surplus Rp 145 miliar. Salah satu persoalan yang menyebabkan defisit di antaranya adalah penempatan investasi di instrumen-instrumen keungan yang kurang memberikan tingkat keuntungan tinggi. Berdasarkan data dari laporan audit BPK, tingkat pendapatan investasi di tahun 2015 hanya 4,7%, nilai yang relatif kecil.

Defisit juga terjadi akibat ‘currency mismatch’ di mana diestimasikan 85% pengeluaran dalam bentuk valuta asing, sedangkan hanya 15% pemasukan yang diperkirakan berasal dari valuta asing, atau bahkan bisa jauh lebih kecil. Persoalannya, banyak belanja haji yang justru menggunakan mata uang asing seperti dollar Amerika Serikat atau Saudi Riyal untuk tiket pesawat, sewa pemondokan, katering, logistik, dan sebagainya.

Kini, di era manajemen Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), keuangan haji sudah sepatutnya dikelola secara profesional, akuntabel dan transparan. Pasal 20 UU No. 34/2014 memberikan kewenangan kepada BPKH yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri untuk mengelola dana haji secara secara korporatif dan nirlaba.

Adapun penempatan investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Ke depan, BPKH harus bekerja dengan integritas dan professionalisme sebagaimana layak-nya lembaga keuangan professional maupun Sovereign Wealth Fund yang memiliki rencana-rencana investasi yang baik dan terukur.

Itu sebabnya, perlu perubahan arah investasi ke instrumen-instrumen yang bisa memberikan hasil yang lebih tinggi baik di mata uang rupiah maupun di mata uang asing, dengan tetap mengedepankan aspek ‘prudent investment’. Dalam hal ini, BPKH perlu membuat semacam strategic asset allocation dari rencana investasi yang akan di lakukan setiap tahunnya. Alokasi asset strategis ini pada dasar-nya adalah pemilihan instrumen-instrumen investasi dari dana haji.

Dalam hal pengelolaan investasi dana haji, BPKH bisa mencontoh skema investasi Tabung Haji Malaysia. Secara regulasi, aturan main pengelolaan dana haji sudah baik, tinggal implementasinya. Sebenarnya BPKH tak perlu pusing pusing karena benchmarking yang berhasil sudah ada, yakni Tabung Haji Malaysia, salah satu yang terbaik di dunia, tinggal berinovasi lebih kreatif dalam perjalanan kedepannya. Di sini etika, integritas, dan profesionalisme adalah must have attitudes untuk segenap pengawas dan pengurus BPKH.

Memang, potensi dana haji Malaysia cukup besar karena sudah dikelola Tabung Haji sejak 1963. Dikutip dari laman www.tabunghaji.gov.my, dana yang tersimpan dari 9,1 juta para calon jemaah sebesar 67,7 miliar ringgit atau sekitar Rp. 211 triliun. Dana tersebut di antaranya di investasikan ke berbagai sektor di pasar saham domestik seperti keuangan 18%, perkebunan 16%, konstruksi 14%, telekomunikasi 12%, utilitas 12%, properti 9%, minyak & gas 8%, dan lain-lain 11%. Tabung Haji mampu menghasilkan untung 1,2 miliar ringgit atau sekitar Rp. 3,7 triliun dari pasar saham domestik.

Selain pasar saham domestik, Tabung Haji juga berinvestasi di pasar saham internasional seperti Australia, Hong Kong, Indonesia, Korea Selatan, Singapura,  Thailand, Taiwan, dan Filipina. Sektor yang di masuki Tabung Haji di antara-nya telekomunikasi, teknologi informasi, bahan mentah, consumer, dan properti. Hingga Desember 2016, nilainya mencapai Rp. 9.3 triliun.

Selain pasar saham di atas, Tabung Haji juga berinvestasi di Sukuk domestik maupun Sukuk global.

Tabung Haji bahkan memiliki portofolio kebun seluas 165.000 hektar yang menghampar sampai ke Indonesia. Di bisnis properti, selain memiliki dan membangun berbagai property bergengsi di Malaysia, Tabung Haji telah merambah bisnis global dengan memiliki Centrica Global Headquarters di Royal Windsor, Inggris; Hotel Al-Haram, Madinah, Saudi Arabia; pembangunan apartment di Imperial, Hurtsville Sydney, Australia

Dengan menginvestasikan dana haji di berbagai asset class dan subsidiaries, Tabung Haji bisa meraup keuntungan bersih sebesar 2,5 miliar ringgit atau sekitar Rp 7,8 triliun di tahun 2016. Tabung Haji mengelola dana ini dengan prinsip Syariah ke sektor menguntungkan, kompetitif, berkelanjutan, dan selalu memilih risiko wajar. Baik di kelola langsung maupun melalui berbagai anak-anak perusahaannya yang tersebar di sektor keuangan Syariah, perkebunan, properti dan konstruksi, makanan halal, teknologi informasi, hospitality, serta travel & turisme.

Aset bersih Tabung Haji saat ini mencapai 64,3 miliar ringgit, sekitar Rp. 200,62 triliun. Sedangkan Grup Tabung Haji (termasuk subsidiaries) sendiri mencapai 124,8 miliar ringgit (Rp. 389,38 triliun). Dari imbal hasil investasi tersebut, Malaysia bisa memberi subsidi hampir 50% kepada para calon jamaah haji. Dengan subsidi ini, calon jemaah haji hanya membayar 9.980 ringgit, sekitar Rp. 31 juta padahal sebenarnya biaya haji mencapai 19.550 ringgit atau sekitar Rp. 60 juta.

Pada akhirnya, diversifikasi investasi baik dari segi jenis investasi maupun mata uang di harapkan dapat meningkatkan pendapatan dari pengelolaan dana haji Indonesia. Akhirnya nilai manfaat investasi ini bisa dikembalikan lagi kepada jamaah haji dalam bentuk perbaikan layanan haji, penurunan biaya haji atau pemanfaatan untuk kemaslahatan umat lainnya.

 

Farouk Abdullah Alwyni
Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED)

 

 

 

*******