Tema/Topik : DEFINISI KEMENANGAN ISLAM – KONDISI APA YANG BISA DIKATEGORIKAN SEBAGAI KEMENANGAN ISLAM?
Tempat/Waktu : Jakarta, 13 Agustus 2016
Peserta:
Dedi Wibowo
Dicki
Farouk Abdullah Alwyni
Hidayat Sofyan
Muhammad Syarifudin
Syahrul ED – Moderator & Notulis
Ruslan
Isi Diskusi:
Diskusi diawali dengan pengantar singkat dari Bapak Farouk A Alwyni. Beliau menguraikan bahwa kemenangan Islam yang bermaksud didiskusikan meliputi beragam aspek kehidupan mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya atau disingkat dengan ipoleksosbud. Dari keseluruhan aspek itu akan dapat diukur sejauh mana Islam mempengaruhi aspek per aspek.
Indonesia sebagai sebuah negara yang penduduknya mayoritas muslim tentu peranan Islam akan sangat menentukan. Namun masalahnya sejauh mana peranan umat Islam tersebut dapat menyumbang transformasi Indonesia menjadi negara maju seperti halnya negara-negara lain yang sudah maju.
Sampai sejauh ini, peranan umat Islam masih jauh dari harapan semestinya dan cenderung masih berkutat sekedar menuntut hak untuk diakomodir oleh negara. Penting untuk mentransformasikan umat Islam menjadi faktor pengubah dan pendorong bagi Indonesia untuk melaju menuju negara maju.
Bilamana negara maju yang sudah ada memiliki karakteristiknya sendiri sesuai dengan budayanya masing-masing, maka Indonesia pun berhak untuk meraih posisi sebagai negara maju dengan warna dan corak Islam yang kuat. Di sinilah pentingnya peranan umat Islam untuk mewarnai dan memberi corak akan hal tersebut.
Dan yang juga tidak kalah penting adalah peranan pendidikan sebagai pembentuk karakter umat dan bangsa. Bagaimana keyakinan beragama umat (aqidah) dapat di transformasikan secara komprehensif dalam pembentukan karakter manusia Indonesia yang berintegritas, beretika, mempunyai semangat kerja yang baik, semangat membantu sesama, mempunyai empati yang baik terhadap pihak yang di rundung kesulitan, siap berkontribusi, dan lain sebagai-nya.
Kemajuan Indonesia haruslah diukur secara objektif dari indikator sistem politiknya yang demokratis (dengan tetap dalam bingkai Tauhid), tertib, berkesinambungan dan tentu lebih baik dari hari ini. Demikian juga kemajuan ekonominya harus dapat diukur dari indikator kemajuan industrinya, inovasi dan teknologinya, dan dampak positifnya bagi ketahanan ekonomi nasionalnya dan kemerataan kesejahteraan penduduknya. Hukum pun demikian. Indikator kemajuannya apabila kepercayaan terhadap hukum semakin kuat dan penegakan hukum tanpa pandang bulu berlaku dengan baik.
Namun realitanya, indikator itu hari ini masih jauh dari harapan. Dengan demikian kemenangan Islam untuk konteks Indonesia masih memerlukan perjuangan dari umat Islam.
Sementara Hidayat Sofyan sebagai salah satu pembahas mengungkapkan bahwa hakikat dan ukuran kemenangan adalah ditandai dengan berduyun-duyunnya manusia masuk ke dalam Islam. Jadi kemenangan dalam Islam bukan bersifat material seperti luasnya teritori dan besarnya perolehan kekayaan. Tapi bersifat spritual. (QS. An-Nashr: 1-3)
Meskipun kemenangan Islam tersebut harus diperjuangkan, tapi untuk masuk ke dalam Islam tidak boleh dengan jalan paksaan. Hidayah Allahlah penentu seseorang masuk ke dalam Islam.
Apabila hidayah dan iman telah merasuk ke dalam hati manusia, maka otomatis dia akan menuntut segala aspek kehidupan sesuai dengan tuntunan Islam. Jadi, Islamisasi aspek-aspek kehidupan manusia itu tidak dengan jalan pedang tetapi tumbuh oleh kesadaran dan tuntutan masing-masing individu yang telah tercerahkan oleh Islam. Oleh karena itu, perkara iman dan hidayah amat penting untuk ditangani secara serius didalam rangka usaha mencapai kemenangan Islam yang hakiki.
Pembahas lain seperti Bapak Dicki mengetengahkan potensi wakaf yang dimiliki umat Islam Indonesia. Jika saja potensi wakaf itu didayagunakan untuk kemenangan Islam, atau setidaknya untuk memajukan ekonomi umat, hal itu tentu sangat membantu. Masalahnya usaha ke arah itu masih jauh dari maksimal.
Lontaran gagasan Bapak Dicki memancing munculnya perbincangan yang meluas bahwa umat Islam Indonesia sebenarnya memiliki kelengkapan syarat untuk menang. Di samping potensi wakaf, potensi zakat dan ekonomi haji juga sangat besar. Ditaksir terdapat ratusan triliun bahkan mungkin ribuan triliun jika digabung seluruh potensi ekonomi yang berasal dari sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi umat yang tersedia. Masalahnya ketiga potensi tersebut belum terdayagunakan secara maksimal dan tepat sasaran.
Jadi, implementasi rasa syukur atas limpahan potensi kekuatan ekonomi umat tersebut masih memerlukan usaha dan perjuangan bagi segenap pihak yang mengharapkan kemenangan Islam di Indonesia. Inilah tantangan para intelektual muslim Indonesia hari ini.
FGD ini di harapkan dapat di lanjut-kan dengan FGD-FGD berikut-nya yang dapat menterjemahkan lebih jauh berbagai upaya capaian (kemenangan Islam) yang di bahas di atas secara lebih detail.