Bapak Karnaen Anwar Perwataatmadja telah meninggalkan kita semua pada hari Senin dini hari Pukul 03.53 pagi di Rumah Sakit Premier Bintaro, tanggal 10 Juli 2017.
Pak Karnaen adalah satu sosok aktivis keuangan dan ekonomi Syariah di Indonesia yang juga mempunyai pengalaman internasional yang cukup luas. Pertama kali saya mengenal beliau adalah ketika beliau masih menjabat sebagai anggota Board of Executive Directors (BED) dari Islamic Development Bank (IDB), sebuah lembaga perbankan pembangunan Syariah multilateral yang berkantor pusat di Jeddah, Saudi Arabia, yang dimiliki oleh 56 negara anggota di sekitar tahun 1998-2004. Pada waktu itu saya juga baru mulai bergabung di IDB selepas studi Master saya di New York University (1998) melalui mekanisme Young Professional Program (YPP).
Tidak seperti saya yang berkantor full time di IDB Jeddah, sebagai anggota BED, semacam Dewan Komisaris di lembaga-lembaga keuangan komersial, beliau hanya perlu datang ke Jeddah sekitar 6 pekan sekali. Maka di setiap kunjungan beliau itulah saya mempunyai kesempatan untuk banyak bertukar pikiran dan berdiskusi banyak hal terkait operasional IDB maupun dunia keuangan Syariah secara umum. Kebetulan pada waktu itu Pak Karnaen juga suka tinggal di apartemen saya.
Dan satu hal yang saya sangat ingat adalah upaya beliau untuk mengkritisi aplikasi penghitungan biaya Mark-up (spread dari jual beli dalam skema Murabahah) IDB yang menggunakan suku bunga London Interbank Offered Rate (LIBOR) sebagai benchmark dalam menetapkan nilai jual produk yang dibiayai oleh IDB. Beliau menginginkan IDB melakukan perhitungan sendiri atas biaya operasinya, dan tidak perlu tergantung dari LIBOR, yang menurut beliau adalah juga sistim bunga.
Beliau juga suka membantu saya dengan mengatur beberapa pertemuan dengan pihak-pihak terkait di dunia keuangan terkait pembiayaan perdagangan Syariah IDB (trade finance) ketika saya berkunjung ke Jakarta pada waktu itu (saya tinggal di Jeddah antara tahun 1998-2007). Selepas saya bertugas di IDB pada pertengahan 2007, dan kembali ke Jakarta, hubungan kami terus berlanjut. Pernah juga beliau mengundang saya untuk menjadi dosen tamu di universitas tempat beliau mengajar (Universitas As-Syafiiyah) sekitar tahun 2009.
Antara tahun 2007-2011, pernah juga saya bersama beliau berada di Komite Pemanfaatan Dana IDB yang dibentuk oleh Departemen Keuangan, di mana pada waktu itu beliau adalah sebagai koordinator. Terakhir komunikasi kita lebih terbangun ketika beliau menjadi anggota WhatsApp Group (WAG) dari Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED).
Sebagai anggota WAG mungkin kenangan yang tidak bisa di lupakan oleh segenap anggota WAG CISFED adalah semangat beliau untuk selalu mengingatkan kita untuk bangun Tahajud dan Sholat Subuh di Masjid. Kawan-kawan cukup kehilangan itu, sekarang kami hanya bisa berdoa semoga Allah SWT menempatkan beliau di tempat yang mulia di sisi-Nya, dengan menerima segala amal kebaikan dan ibadah beliau, dan semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan kekhilafan beliau, Amiin YRA.
Jakarta, 13 July 2017
Farouk Abdullah Alwyni