HMINEWS.Com – Minat dunia terhadap sistem ekonomi Islam meningkat pesat dalam satu dekade terakhir. Tidak hanya dari kalangan muslim, di benua Eropa, khususnya negara-negara Skandinavia, bahkan sistem tersebut mulai diterapkan untuk menggeser sistem ekonomi berbasis riba yang mereka pakai selama ini.
Kondisi tersebut, menurut Chairman CISFED (Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development), Farouk Alwayni, karena terbukti sistem ekonomi Islam (ekonomi syariah) lebih komprehensif, yaitu dengan pemerataan yang pintu masuknya melalui program ‘micro-finance.’
Pemerataan ekonomi tersebutlah yang pada akhirnya bukan hanya baik secara moral, tetapi sangat diperlukan untuk menciptakan ekonmi yang lebih resilient (tahan) terhadap external shock (guncangan dari luar), dan juga lebih sustainable.
Sedangkan pertumbuhan sistem keuangan Islam itu sendiri berawal dari kajian-kajian Ekonomi Islam yang mulai sekitar akhir abad 20, yang dipelopori salah satunya Islamic Development Bank (IDB). Kemudian dari situ berkembang merambah tidak hanya negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim, akan tetapi negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas tidak luput dari eskpansi.
Seiring dengan pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan Islam (syariah) yang ada, maka berkembang pula aplikasi dari Islamic Micro-Finance, yang di Indonesia dikenal dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
CISFED Di Indonesia
Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development (CISFED) didirikan sekelompok aktivis muslim untuk mengkampanyekan ekonomi Islam. Para aktivis tersebut berlatar belakang profesi di dunia perbankan seperti Farouk A Alwayni (waktu itu direktur Bank Muamalat), Saat Suharto Amjad (KJKS Baituttamwil Tamzis) dan lainnya.
“CISFED berusaha mengintegrasikan antara ibadah ritual dengan muamalah, dalam hal ini khususnya ekonomi Islam,” kata Farouk Alwayni dalam diskusi “Islamic Micro-Finance, Maqasid Shari’ah, and Broad-Based Development Strategy: A Political Economy Perspective” di PERBANAS Institute, Jakarta, Sabtu (30/6/2012).
Artinya, kegiatan ekonomi yang merupakan aktivitas ‘muamalah’ tidak dapat terlepas dari dimensi spiritual. Selain bermanfaat bagi keduniaan, juga bernilai transenden. Sebab aktivitas duniwiyah seperti menganjurkan dan memberi makan orang miskin bernilai tinggi di sisi Allah, dan sebaliknya orang yang mengabaikannya, secara tegas disebut sebagai pendusta agama.
Di CISFED, kegiatan yang dilakukan meliputi pengembangan tradisi intelektual melalui berbagai seminar dan diskusi, riset dan kajian ekonomi Islam, penerbitan buku dan sebagainya. Bekerjasama dengan berbagai lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) serta komunitas lain.