+6221–3503142 secretariat@cisfed.org

HMINEWS.Com – Ukuran keberhasilan suatu lembaga keuangan Islam tidak hanya diukur dengan capaian  pertumbuhan modal saja. Akan tetapi banyak komponen yang bisa dijadikan acuan ukuran kemanfaatannya yang lebih integral. Apa sajakah itu?

Jawaban atas pertanyaan tersebut dibahas dalam diskusi “Islamic Micro-Finance, Maqasid Shari’ah, and Broad-Based Development Strategy” yang diselenggarakan CISFED di PERBANAS Institute, Jakarta, Sabtu (30/6/2012).

Hadir sebagai pembicara antara lain Saat Suharto Amjad (Ketua KJKS Baituttamwil TAMZIS), Farouk A Alwayni direktur CISFED (Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development), serta Hidayat Sofyan (dosen PERBANAS).

Menurut Saat Suharto Amjad, nilai manfaat lembaga keuangan mikro syariah tidak diukur dari pertumbuhan modal semata, akan tetapi ada faktor lain sesuai maqahid syariah (tujuan syariat/ hukum-hukum Allah). Sedangkan maqashid syariah itu sendiri meliputi pemeliharaan agama, jiwa (nyawa), akal, nasab (keturunan) dan harta.

Dengan begitu maka “hanya dengan mengukur kinerja keuangan dari usahanya saja menjadi kurang relevan,” kata dia.

Kriteria Kemanfaatan Lembaga Ekonomi Mikro Syariah

Artinya dengan gerakannya itu BMT atau Tamzis juga berperan membantu menjaga keimanan umat melalui jalur ekonomi. Lha iya, bukankah secara realitas banyak didapati adanya perpindahan agama karena alasan ekonomi? Maka bantuan tersebutlah yang menjadi penahan dari hal itu.

Kedua, dalam pemeliharaan nyawa, BMT atau Tamzis punya bantuan mudorobah yang langsung diberikan untuk berobat bagi yang sakit.

Untuk  pemeliharaan akal, bisa dilihat dari apakah pendidikan anak-anak dalam keluarga peserta program tersebut meningkat atau tidak. Jika iya, itu merupakan tolok ukur lain, selain yang disebutkan pertama.

Jawaban ini untuk pertanyaan mengapa anggota yang dahulunya tukang bakso, sekarang setelah puluhan tahun masih juga berjualan bakso. Yang penjual sayuran mengapa sampai sekarang masih  ’hanya’ berjualan sayuran. Karenanya, pengukuran kinerja tidak hanya  melihat individu penerima program itu sendiri, akan tetapi pada keluarganya.

“Di kami pengukurannya berbasis keluarga, bukan berbasis capaian perseorangan atau masyarakat, sebab keluarga itulah yang utama,” lanjut Saat.

Selain nilai kemanfaatan, ada tolok ukur kinerja yang bisa dilihat dari tiga hal, yaitu sustainability (keberlanjutan), ukuran finansial (pertumbuhan) serta outreach (jangkauan). Sedangkan secara kasat mata anggota BMT dan Tamzis sudah mencapai 1 juta orang.

BMT Adalah Lembaga Da’wah

Dari berbagai aktifitas ekonomi tersebut artinya manfaat yang diberikan begitu luas, sampai pada persoalan keimanan. Para CEO BMT pun menegaskan, BMT adalah lembaga da’wah. Maksudnya da’wah bil haal (dengan program atau aksi yang dapat dirasakan langsung manfaatnya). Karena sebenarnya da’wah itu tidak hanya melalui ucapan (tabligh), meski itu menjadi bagian dari da’wah.

Dengan program-program yang dapat dirasakan langsung manfaatnya itu artinya sekaligus menjaga aqidah, mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan para pelaku ekonomi mikro yang terabaikan oleh pemerintah dengan lembaga-lembaga ekonominya.

Akan tetapi dari sekian puluh juta umat muslim golongan ekonomi lemah di Indonesia masih lebih banyak yang belum mengenal dan tersentuh BMT-Tamzis, dan itu menjadi tantangan yang harus dihadapi ke depan.