Memasuki era MEA masih ada beberapa titik lemah yang perlu diperhatikan oleh industri keuangan syariah Indonesia agar tetap bisa bersaing dengan negara jiran. Apa saja?
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai berlaku di tahun ini. Seluruh elemen di tanah air pun diminta untuk dapat bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara anggota ASEAN yang akan membanjiri pasar, termasuk diantaranya industri keuangan syariah.
Terkait kesiapan bersaing industri keuangan syariah, Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) Farouk Alwyni menuturkan hal tersebut akan ditentukan dengan jenis bisnis yang akan dilakukan. “Untuk jenis bisnis ritel, saya pikir lembaga keuangan syariah (LKS) kita akan bisa bersaing karena pada esensinya pasar terbesar di MEA adalah Indonesia dan LKS Indonesia memiliki pemahaman pasar yang lebih baik tentunya dari LKS-LKS ASEAN lainnya,” paparnya dalam surat elektronik kepada MySharing, pekan lalu.
Namun, ia menilai dalam kerangka bisnis di sektor korporasi dan pasar modal LKS-LKS Indonesia masih agak lemah. “LKS kita belum memiliki kapasitas yang memadai untuk pembiayaan korporasi besar, yang dalam beberapa hal mungkin membutuhkan sindikasi pembiayaan internasional,” tukas Farouk. Baca:Manajemen Pembiayaan Sindikasi Syariah
Di samping itu, lanjut Farouk, kapasitas di bidang project finance, trade finance, international remmitance, dan treasury juga adalah titik-titik lemah yang perlu diperhatikan. “Belum lagi kalau kita bandingkan bisnis model bank syariah di Malaysia dan Indonesia. Bisnis model bank syariah di Malaysia yang memungkinkan mereka menangani transaksi di Pasar Modal seperti menjadi arranger dan underwriter dari emisi sukuk akan membuat mereka memiliki competitive advantage yang lebih baik dari bank syariah Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan jasa-jasa trade finance, treasury, dan international remittance yang didukung dengan online banking merupakan hal penting pula untuk meningkatkan fee-based income perbankan syariah Indonesia. “Layanan terkait Project Finance dan International Syndicated Financing juga perlu dikembangkan jika perbankan syariah Indonesia ingin bisa ikut membiayai proyek-proyek infrastruktur yang besar,” pungkas Farouk.
Sumber :
http://mysharing.co/bersaing-di-mea-keuangan-syariah-indonesia-masih-punya-titik-lemah/