Eksistensi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terkait erat dengan inovasi produk yang ditawarkan. Oleh sebab itu, untuk mendukung perkembangan keuangan syariah, dibutuhkan reformasi regulasi dan aturan yang intinya menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan keuangan syariah. Selain regulasi, Pemerintah pun diminta memberikan sejumlah insentif yang nantinya mampu menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan LKS seperti hal-nya yang telah di-lakukan Malaysia.
Sejumlah praktisi dan akademisi ekonomi syariah melakukan konferensi tingkat internasional di Kuala Lumpur, Malaysia pada 12-13 Agustus 2014. Mereka merumuskan apa saja yang harus dilakukan oleh praktisi ekonomi syariah LKS bisa berkembang di level regional. Perhelatan tersebut bertajuk “The 5th Asia Islamic Banking Conference 2014.”
Chairman CISFED (Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development) Farouk Abdullah Alwyni, MA MBA hadir dalam kesempatan tersebut. Menurutnya, lembaga keuangan syariah di Indonesia harus lebih kreatif dalam pengembangan bisnis berbasis equity.
“Sudah tentu, inovasi lembaga keuangan syariah dan insentif dari pemerintah akan membuat perbankan syariah mampu bersaing dengan perbankan konvensional,” ujar Farouk yang menjadi satu-satunya pembicara dari Indonesia dalam konferensi internasional tersebut.
Secara global, masa depan lembaga keuangan syariah memiliki prospek yang bagus. Hanya saja, dalam lingkup nasional, “share” lembaga keuangan syariah masih perlu di-tingkat-kan lebih jauh. Apalagi di beberapa tempat di Indonesia, ada saja wacana penolakan terhadap kehadiran lembaga keuangan syariah yang disebabkan sentimen anti Islam.
“Sudah tentu ini menjadi tugas bagi pemerintah Indonesia untuk senantiasa meningkatkan perkembangan LKS di tanah air. Dan tugas praktisi ekonomi Syariah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat,” jelas Farouk.
Lebih lanjut, Farouk menuturkan pengembangan bisnis LKS harus bisa mengoptimalkan bisnis berbasis pada equity. Perbankan syariah memiliki aturan main yang berbeda dengan perbankan konvensional. Oleh sebab itu, LKS tidak boleh menjadi “carbon copy” atau duplikat dari perbankan konvensional yang sudah ada lebih dulu dibandingkan dengan perbankan syariah.
“Oleh karenanya, dalam perbankan syariah perlu ada institusionalisasi etika yang menjadi prinsip-prinsip dalam sistem corporate governance perbankan Syariah,” tambah Farouk.
Dengan adanya prinsip etika, maka perbankan syariah mampu mengeliminir kemungkinan buruk risiko manajemen perbankan. Sudah tentu, dalam hal ini bukannya perbankan syariah menghindari risiko manajemen, namun LKS bisa mengelola risiko secara cerdas.
” Perkembangan keuangan syariah juga diharapkan berdampak terhadap capaian-capaian obyektif ekonomi Islam yang lebih adil, beretika dan humanis,” tutupnya. (*)
CISFED
(Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development)
Kantor Sekretariat
Jalan Tanah Abang 4 No 21 Jakarta Pusat, Indonesia